Dalam kesunyian dan kebisuan nestapa
seorang wanita tua menangis sedih dan pedih.
Ia menangis bukan karena merasa galau,
Bukan pula karena diejek kaum asing
Dia menangis karena hatinya terluka
Terluka oleh tusukan pisau kekuasaan anaknya
yang terlahir dari dalam rahimnya sendiri.
Hatinya terluka parah karena ulah tak
bertanggung jawab anaknya yang memegang kekuasaan.
****
Hati wanita tua itu sudah terluka
Ia meratapi lukanya dalam kebisuaan
tak berdaya.
Tak ada insan yang mempedulikannya
Kini air matanya terus menetes di
pipinya yang kian hari kian keriput.
Tubuhnya tak sanggup berdiri dengan
tegak
Kaki penyanggah sudah pada rapuh dan
keropos.
Hidup terombang ambing bagai perahu
cadik diterpa taupan ganas
Kulit pembalut tubuhnya kian hari kian
menipis terbakar panas sinar matahari.
Pohon bermahkota hijau tempat
berlindung kini berguguran satu per satu ditimpa bencana.
Rambutnya yang kusam semakin rapuh dan
rontok tak terbendung lantaran air penyejuk sudah pada kering kerontang.
****
Kini hidupnya berantakan tak terurus.
Tak ada relawan yang peduli untuk
menatanya.
Tangan-tangan jahil dan tamak masih
terus menggerogot dan memerasnya tanpa ampun.
Kini wanita tua itu benar-benar
mendertita
Pedih dan perih telah menyelimuti
tubuhnya.
Keelokan rupanya dan keindahan parasnya
telah hilang lenyap di tangan para penguasa.
Komentar
Posting Komentar