Pater Stef Dampur, SVD. |
(Kegiatan Rohani Bersama Organisasi Gerejawi Sta. Anna, Paroki St. Yosef Wairpelit-KUM)
Oleh:
Ephang Yogalupi *
I.
Prolog:
Sudah menjadi "tradisi" di
Paroki Wairpelit Maumere bahwa misa Jumat Pertama yang didedikasikan kepada
Hati Amat Kudus Tuhan Yesus senantiasa dirayakan di Gereja Pusat Paroki.
Mayoritas umat yang hadir dan terlibat adalah "Mama-mama Santa Anna".
II.
Bersama Santa Anna Wairpelit di Napung Kabor
Pernahkah
Anda pergi ke Napung Kabor Maumere? Kalau Anda belum pergi, saya akan mengantar
Anda ke sana lewat deskrpisi sederhana ini.
Titik star kita adalah Gereja
Paroki Santo Yosef Wairpelit. Kita menuju arah timur. Kita menyusuri Ribang,
Woloara, Hoba dan Nangalimang.
Setiba di
Nangalimang, kita mesti jeli. Di tikungan halus itu biasa terjadi kecelakaan
maut yang merenggut nyawa anak manusia. Anda mesti me-rem laju kendaraan Anda,
entah mobil maupun sepeda motor.
Saat menuju
Napung Kabor, Anda mengambil rute belok kiri. Jalannya rabat. Ukurannya sempit.
Saat bertemu kendaraan lain, Anda mesti "panjang sabar dan penuh kasih
setia". Buang amarah Anda. Buang tensi tinggi Anda. Maumere panas bro.
Jika begini, sadar bahwa pembuluh darah Anda mudah pecah.
Mohon maaf.
Saya hanya mengingatkan. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Hanya jangan
salah menilai. Napung Kabor itu subur. Oh ya. Sekedar mencerahkan kita. Dalam
bahasa Sikka, Napung artinya sungai/kali. Kabor artinya: Kelapa. Jadi, Napung
Kabor berarti Sungai Kelapa. Ibu Dince, Ketua Santa Anna Paroki Wairpelit
berkisah: "Pater, waktu kami masih gadis dulu, kami punya tempat pesiar,
ke sini. Benar di sini dulu sungai besar. kami menemukan banyak pohon kelapa di
sekitar sungai, bahkan buah-buah kelapa terapung di sungai. Mungkin nenek
moyang dulu beri nama "Napung Kabor atau Sungai Kelapa" karena memang
di sini banyak kelapa dekat aliran sungai. Kinipun Pater bisa melihat ribuan
pohon kelapa di sini", jelas Ibu Dince, sambil menunjukkan ribuan pohon
kelapa yang menjulang tinggi.
III. Kegiatan Kami di Napung
Kabor
Di Napung
Kabor kami misa di Gedung Posyandu setempat. Warga sekitar turut hadir. Muatan
dasar partisipan misa memang anggota Santa Anna.
Saya sendiri
ditemani oleh tiga pemuda tampan. Dua Frater SVD unit Santo Agustinus Ledalero,
satunya lagi mantan Frater yakni Ponaan bernama Cello (mahasiswa semester akhir
di Ledalero, pejuang Skripsi).
**
Misa khidmat.
Koor sangat bagus. Dominan lagu
berbahasa daerah Sikka. Ada tiga intensi penting dalam misa ini yakni: Pertama, Penghormatan terhadap Hati Amat Kudus Yesus. Kedua,
Mendoakan keselamatan kekal segenap anggota Sta. Anna yg telah meninggal.
Ketiga, Pesta Santo Fransiskus
Xaverius.
**
Usai misa,
kami menikmati santap siang bersama. Menunya menu lokal. Ada kacang tanah. Ada
ubi. Ada kue. Ada pula nasi ketupat. Tak ketinggalan daun ubi kayu yang
dicampur santan kelapa. Ada ikan kuah. Adapula ikan segar dibumbui dan dicampur
tomat serta belimbing. Dijamin, air liur mengalir. lalu, Anda tidak mau makan?
Anda rugi. 😆😆.Mau tahu ruginya apa? Ruginya yakni perut Anda keroncongan.
Anda akan kelaparan. Pasalnya, hari sudah siang. Pas jam makan. "Makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan",
demikian kata kaum bijak Bestari.
**
Usai makan
siang, kami berdoa di kubur beberapa anggota Santa Anna. Ada kubur yang dekat
rumah. Ada juga kuburan di kebun. Kubur itu berupa tanah. Di atas tanah ada
batu tersusun persegi empat. Pada posisi kaki dan kepala ada piring.
Di sekitar
kubur banyak pohon kelapa. Buahnya lebat. Sayangnya, kami tidak sempat
menikmati buah dan air kelapa muda. Alasannya, takada yang bisa panjat. Maklum
dominan mama-mama. Usia mereka juga tak lagi muda. Meskipun ada tiga pemuda
tapi semuanya "tidak berpengalaman memanjat kelapa". Memang mereka anak modern. Juga anak kota. Tak makan
kelapa, tak masalah. Yang paling penting kami sudah misa bersama umat dan
mengunjungi mereka yang berada di posisi "periferi/pinggiran".
**
IV. Kami Mesti Pulang
Jam di tangan
saya menunjukkan pkl. 14. 10 WITA. Ada kode alam mau hujan. Oleh karena itu,
kami berpamitan dengan wakil umat di Napung Kabor dan menyusuri lorong kebun.
Selanjutnya masuk jalan negara di Nangalimang untuk seterusnya menuju Markas
Besar.
V. Singgah di Rumah Bapak
Ketua Pelaksana DPP PAROKI WAIRPELIT
Ketua
pelaksana DPP PAROKI WAIRPELIT biasa disapa "Bapa Guru Juli". Secara
pribadi, saya mengenal beliau dan keluarga
sejak tahun 2002. Yah, 19 tahun lalu. Anak mereka (Pa Guru Rusli dan Bu
Guru Elys) kami kenal sejak mereka kecil.
Maksud kami
bertamu ke rumah beliau, di samping untuk berkoordinasi dan konsolidasi, juga mau mengunjungi mereka. Alasannya, sudah
lama tak ke rumah. Kalau bertemu di Gereja dan pelbagai hajatan, lumayan
sering.
Terima kasih untuk keluarga
Bapa Juli.
V. Memberi Komuni untuk Lansia
Sebelum beranjak menuju Napung Kabor terucap
janji memberikan Komuni Kudus untuk lansia pasutri: Opa Guru Agus (80) dan Oma
Elisabeth (75). Keduanya sudah "kesulitan ke Gereja" karena faktor usia dan sakit. Sudah saatnya
dan sangat beralasan jika mereka dilayani di rumah. Demikianpun umat lainnya
yang lansia, terlebih lagi yang sedang dalam perawatan kesehatan.
Opa Guru Agus sering berkata: "Mohon
maaf Pater, saya ini orang banyak omong.
Terutama kepada yang cocok. Ya, seperti sekarang", ucap beliau sambil
tertawa. "Sejak 50 tahun lalu, saya sudah bawa motor tapi hanya jalur kiri
terus. Banyak orang protes. Alasannya kalau ikut kiri terus, rute makin panjang
dan bensin cepat habis", ucap Opa dengan wajah serius. Beliau melanjutkan:
"Saya punya alasan. Saya biar jalan pelan yang penting selamat. Biar saya
sering beli bensin, yang penting nyawa saya selamat. Buktinya, hingga sekarang,
saya masih aman Pater. Maaf Pater,saya omong banyak". Lalu, saya jawab:
"Opa belum tahu. Saya juga omong banyak". Kami berempat tertawa
sepertinya terpimpin dan kompak.
Saat kami mau
pulang, Oma Elisabeth memperkenalkan diri. "Pater, saya orang Kefa". Saya bertanya
kepada Oma Elisabeth: "Kefa es me?". Beliau menjawab: "Es
Bansone". Lalu saya dan beliau berkomunikasi dalam bahasa Dawan.
Pengalaman yang sungguh indah dan kaya makna. Ternyata anak nona mereka juga
nikah dengan orang Kefa dan tinggal di Kaubele. Kaubele juga tempat yang saya.
Itu daerah persawahan yang sangat indah dan luas.
"Opa dan Oma, terima
kasih banyak untuk pengalaman keberrsamaan kita hari ini. Kami pamit pulang
dulu e supaya Opa Oma ada waktu untuk istirahat", kata saya sambil
berpamitan dengan mereka. "Semoga ada waktu, kita bertemu kembali",
ucap Opa Agus mengiringi kepergian kami.
"Baik
Opa", sahut saya sambil berlalu
dari pandangan mata mereka.
**
*) Penulis adalah makhluk
peziarah yang hanya bisa dihentikan oleh Sang Pemilik waktu dan kehidupan.
RIL (Rumah Induk Ledalero),
Jumat Pertama, 3 Desember
2021.
Usai
Salve di Unit Frater St. Agustinus.
Komentar
Posting Komentar