Langsung ke konten utama

Belajar dari Sepak Bola | Opini Riky Mantero

 

Foto: Fr. Riky Mantero, SVD (Mahasiswa STFK Ledalero Semester VI)

Ada banyak masalah sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Masalah-masalah sosial itu telah mengganggu dan meresahkan kehidupan masyarakat. Bahkan, ada banyak anggota masyarakat yang menderita karena masalah-masalah sosial itu. Masalah-masalah sosial itu di antaranya rasisme, intoleransi, kekerasan terhadap perempuan, kemiskinan dan yang lainnya.

Ada banyak cara dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah sosial itu, baik itu cara dan upaya di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, agama, seni, dan lain-lain. Cara dan upaya yang telah dilakukan itu telah membawa sejuta perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat dengan tingkatan dan level yang berbeda. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa segala cara dan upaya itu belum maksimal karena masalah-masalah sosial itu masih eksis di tengah kehidupan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.

Maka, pada kesempatan ini, penulis akan berusaha mengatasi masalah-masalah sosial itu dari sisi tilik bidang olahraga, khususnya dari cabang olahraga sepak bola. Sebab, sepak bola menjadi olahraga yang paling fenomenal dan paling disukai oleh warga dunia sejak beberapa abad lalu hingga detik ini. Sepak bola telah menjadi “dewa baru” dalam kehidupan masyarakat dunia dari kalangan bawah sampai kalangan atas, dari anak-anak sampai kaum lansia. Bahkan, sepak bola telah menjadi salah satu ladang bisnis yang paling besar di dunia saat ini.

Namun, selama ini, ada banyak orang yang menganggap sepak bola sebagai olahraga biasa tanpa makna. Padahal, sepak bola memiliki nilai-nilai dan makna-makna penting bagi keberlangsungan hidup manusia, termasuk dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dialami oleh manusia. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis akan berusaha menguraikan peran sepak bola dalam mengatasi masalah-masalah sosial di dalam kehidupan masyarakat kita saat ini.

Sekilas tentang Sepak Bola

Banyak sumber yang menyebut asal muasal atau sejarah sepak bola. Di China, cikal bakal sepak bola konon dimulai pada zaman Dinasti Han pada abad ke-2 dan ke-3 sebelum masehi. Lalu, di Jepang dan Italia, sepak bola dimulai pada abad ke-16. Namun, pada umumnya, kita mengakui bahwa Inggris menjadi negara pertama yang mengembangkan sepak bola menjadi ‘modern’. Maka, pada tahun 1800-an, sepak bola makin merambah ke berbagai negara di pelosok dunia seiring kedatangan tentara, para pedagang, dan pelaut Inggris ke negara-negara lain (Bola.com, 30/11/2020).

Sepak bola merupakan olahraga yang mempertandingkan dua tim, masing-masing berjumlah 11 pemain, dengan tujuan mencetak gol ke gawang lawan. Tim paling banyak menjebol gawang lawan akan keluar sebagai pemenang. Setelah pembentukan Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA) pada 1904, olahraga ini makin maju dan digemari. Berbagai kompetisi dan turnamen digelar seiring perbaikan peraturan-peraturan yang diterapkan dalam pertandingan (Bola.com, 30/11/2020).

Ada banyak manfaat dari sepak bola. Mantan pelatih Liverpool, salah satu klub sepak bola di Inggris, Bill Shankly, pernah mengatakan: “Some people believe football is a matter of life and death...it is much, much more than that ”(Www.pssi.org, 01/06/2015). Di sini, Shankly menunjukkan kepada kita bahwa sepak bola itu lebih dari hidup mati para pemain sepak bola. Sepak bola memiliki nilai dan makna yang jauh lebih dalam dari sekadar permainan. Dia memiliki sumbangsih besar bagi kehidupan manusia, termasuk dalam memajukan nilai-nilai kemanusiaan dan pengembangan peradaban. Misalnya, sepak bola melarang para pemain untuk mengeluarkan kata-kata kasar di dalam dan di luar lapangan untuk membentuk kebiasaan dan budaya saling menghormati dan menghargai satu sama lain di dalam dan di luar lapangan. 

Selain itu, dari sisi bisnis, antara tahun 2011-2014, penghasilan FIFA dari setiap aktivitas sepak bola mencapai sekitar 5,7 miliar dolar AS. Kemudian, pada tahun 2014, dari Piala Dunia, pemasukan untuk FIFA mencapai sekitar 2,4 miliar dolar AS (Www.pssi.org, 01/06/2015). Semuanya itu dikelola FIFA untuk keberlangsungan sepak bola dunia dan pelbagai aktivitas kemanusiaan yang diprakarsai oleh FIFA sendiri.

Belajar dari Sepak Bola

Kita mesti belajar dari sepak bola. Paling tidak, kita belajar untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti budaya patriarki yang sangat dominatif di kalangan masyarakat kita, intoleransi dan rasisme yang sering terjadi hingga saat ini, dan kemiskinan yang masih melilit kehidupan masyarakat kita.

Pertama, budaya patriarki. Selama ini, budaya patriarki sangat dominan di kalangan masyarakat kita. Ada banyak hal yang boleh dilakukan oleh laki-laki, tetapi tidak boleh dilakukan oleh perempuan. Akibatnya, masyarakat kita sering melihat posisi laki-laki lebih superior dibandingkan posisi perempuan. Hal itu berdampak terhadap sikap, perilaku dan tindakan laki-laki terhadap perempuan yang cenderung sewenang-wenang.

Maka, untuk mengatasi persoalan ini, kita mesti belajar dari sepak bola. Sebab, di dalam sepak bola, khususnya di Eropa dan Amerika saat ini, kaum hawa boleh terlibat, bahkan menjadi bagian penting dari sepak bola. Para pengurus sepak bola di sana mengadakan pertandingan sepak bola perempuan, sehingga sepak bola perempuan ini merambah ke seluruh dunia hingga saat ini. Di samping itu, mereka juga mempercayakan perempuan untuk menjadi wasit utama atau hakim garis di dalam pertandingan sepak bola pria. Kemudian, respon terhadap wasit atau hakim garis perempuan pun sangat baik. Para pemain sepak bola pria sangat menghargai wasit, termasuk wasit atau hakim garis perempuan. Mereka tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap wasit, termasuk wasit atau hakim garis perempuan.

Dalam hal ini, sepak bola turut membentuk peradabaan yang layak dan pantas antara perempuan dan laki-laki. Artinya, perempuan dan laki-laki tidak diposisikan secara vertikal, tetapi diposisikan secara horizontal. Perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam kodrat dan derajat kemanusiaan, tetapi sama. Oleh karena itu, antara laki-laki dan perempuan, sikap saling menghargai dan menghormati itu sangat penting, tanpa memposisikan perempuan dan laki-laki secara berbeda.

Kedua, intoleransi. Selama ini, persoalan intoleransi sering terjadi di tengah masyarakat kita. Ada banyak orang yang saling membenci karena perbedaan agama. Bahkan, kebencian itu berujung pada aksi-aksi kekerasan, pembakaran rumah ibadat dan pembunuhan umat-umat agama lain.

Maka, untuk mengatasi persoalan ini, kita mesti belajar dari sepak bola. Sebab, dalam sepak bola, perbedaan agama dari para pemain tidak menjadi persoalan bagi para pemain, tim-tim sepak bola, dan para pengurus sepak bola di berbagai negara. Mereka sangat menghargai dan menghormati kepercayaan atau iman dari rekan-rekan setim dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas sepak bola.

Dalam hal ini, sepak bola menunjukkan cara hidup beragama yang baik dan benar. Bahwasannya, sebagai umat beragama, kita mestinya saling menghormati dan menghargai iman atau kepercayaan dari sesama kita. Sebab, kita beriman dan percaya kepada Allah yang sama, walaupun diungkapkan dengan cara yang berbeda.

Ketiga, rasisme. Selama ini, rasisme sering terjadi di tengah masyarakat kita. Ada banyak orang yang tidak menghormati dan menghargai perbedaan ras satu sama lain. Bentuk konkret dari hal semacam itu tampak dalam genosida, bullying, penolakan terhadap orang yang memiliki warna kulit berbeda, dan yang lainnya.

Maka, untuk mengatasi persoalan ini, kita mesti belajar dari sepak bola. Sebab, dalam sepak bola, rasisme itu ditolak. Para pemain, tim-tim sepak bola, maupun federasi-federasi sepak bola di berbagai negara bersikap tegas terhadap rasisme. Mereka sangat benci rasisme. Bila terjadi rasisme di dalam pertandingan, pertandingan itu akan dibatalkan atau diberhentikan. Kemudian, pihak yang melakukan tindakan rasis akan menerima sanksi yang setimpal dengan perbuatannya.

Dalam hal ini, sepak bola menunjukkan sikap tegas untuk menolak hal-hal yang tidak baik di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Bahwasannya, hal-hal yang tidak baik seperti rasisme itu tidak pantas dan layak ada di dalam hidup kita sebagai manusia yang bermartabat. Oleh karena itu, kita hendaknya saling menghormati dan menghargai satu sama lain, apapun bentuk dan model ras kita.

Keempat, kemiskinan. Persoalan kemiskinan masih melilit kehidupan masyarakat kita. Selain disebabkan oleh struktur sosial yang tidak adil, kemiskinan juga disebabkan oleh sikap malas dan mental instan dari masyarakat kita. Akibatnya, ada banyak masyarakat kita yang hidup tidak layak di bawah garis kemiskinan. 

Maka, untuk mengatasi persoalan ini, kita mesti belajar dari sepak bola. Sebab, dalam sepak bola, para pemain sepak bola sangat disiplin dalam menjalani kehidupan mereka. Mereka bekerja keras dan berlatih dengan tekun. Alhasil, sepak bola mampu melahirkan nama-nama besar seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Pele, Diego Maradona, Ronaldo Nazario, dan lain-lain.

Cristiano Ronaldo sendiri pernah berkata: “Bumbu utama untuk menjadi pesepak bola hebat ialah bakat. Tanpa itu, Anda tidak akan bisa berbuat banyak. Namun, bakat tidak akan berguna tanpa kerja keras. Tidak ada sesuatu yang jatuh dari langit. Saya tidak akan meraih semua ini tanpa kerja keras (Sindonews.com, 30/10/2019).” Pada titik ini, Ronaldo menunjukkan kepada kita bahwa kerja keras itu sangat penting untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Sebab, Ronaldo yang secara historis adalah anak orang miskin di Madeira-Portugal, mampu menjadi orang hebat dan sukses karena kerja keras dan disiplin dalam menjalani hidup. Oleh karena itu, kerja keras Ronaldo menjadi contoh konkret bagi kita saat ini. Bahwasannya, kita mesti disiplin dan bekerja keras dalam menjalankan kehidupan supaya bisa sukses.

Akhirnya, penulis berharap agar sepak bola dapat menginspirasi kita semua untuk mengatasi persoalan hidup kita sehari-hari dengan baik. Sebab, sepak bola lebih dari sekadar olahraga. Salam olahraga!!!         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misa Syukur Hut Ke-51 KORPRI Tingkat Kecamatan Nita-Kabupaten Sikka-Provinsi Nusa Tenggara Timur

  Pater Stef Dampur, SVD. Oleh: Pater Ephang Yogalupi *) Hari ini, Senin, 28 November 2022. Hujan tak terbendung lagi. Ada rasa cemas singgah di hati: "Akankah hujan terus hingga malam? Bagaimana dengan misa syukur hari ulang tahun (HUT) ke-51 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) tingkat Kecamatan Nita yang sudah sejak minggu lalu disepakati? Saya pasrah kepada Tuhan sembari meneguhkan hati camat Nita, Bapak Avelinus Yuvensius dan staf yang juga was-was. ** Dalam agenda yang disepakati, misa dimulai pukul 16.15 WITA tapi cuaca tidak mendukung. Kami sengaja menunda misa hingga hujan reda. Puji tuhan, pada pukul 16. 45 WITA hujan berhenti meskipun langit tetap tidak secerah hari sebelumnya. Ketika cuaca membaik maka bertempat di kapela susteran   fransiskan nita-maumere, kami mulai merayakan misa syukur (pkl. 16.50 wita). Sang komentator pun mulai membacakan komentar pembuka. Koor sudah siap. Lalu lagu pembukaan pun dilantunkan. Terdengar suara koor yang merdu. Di sana

Hidup Selibat dalam Gereja Katolik: Berkah dan Tantangannya | Opini Senus Nega

Senus Nega | Mahasiswa Semester VIII STFK Ledalero I.           Pendahuluan   Dalam perjalanan sejarah hingga saat ini, di dalam Gereja Katolik terdapat satu panggilan hidup yang unik dan berharga yakni pilihan hidup selibat. Panggilan itu bersifat pribadi. Berkenaan dengan itu, Karol Wojtyla menyatakan ‘bahwa ada suatu jalan khusus bagi perkembangan setiap pribadi kalau diikuti, suatu jalan khusus baginya untuk memberikan seluruh hidupnya bagi pelayanan atau pengabdian terhadap sejumlah nilai tertentu. [1] Pemberian diri merupakan substansi setiap pilihan hidup, entah menikah atau selibat. Secara sederhana, hidup selibat berarti berani memilih untuk tidak menikah dengan tujuan untuk memfokuskan pelayanan dan pemberian diri secara total kepada Tuhan. Pilihan hidup selibat bukan berarti meninggalkan seksualitas atau alergi bila berbicara mengenai seksualitas. Dalam hubungan dengan hidup selibat, seksualitas manusia tetap merupakan anugerah Tuhan yang amat luhur dan berharga. Etika Kris

NARASI KECIL JUMAT PERTAMA DESEMBER 2021

  Pater Stef Dampur, SVD. (Kegiatan Rohani Bersama Organisasi Gerejawi Sta. Anna, Paroki St. Yosef Wairpelit-KUM) Oleh: Ephang Yogalupi * I. Prolog: Sudah menjadi "tradisi" di Paroki Wairpelit Maumere bahwa misa Jumat Pertama yang didedikasikan kepada Hati Amat Kudus Tuhan Yesus senantiasa dirayakan di Gereja Pusat Paroki. Mayoritas umat yang hadir dan terlibat adalah "Mama-mama Santa Anna". II. Bersama Santa Anna Wairpelit di Napung Kabor Pernahkah Anda pergi ke Napung Kabor Maumere? Kalau Anda belum pergi, saya akan mengantar Anda ke sana lewat deskrpisi sederhana ini. Titik star kita adalah Gereja Paroki Santo Yosef Wairpelit. Kita menuju arah timur. Kita menyusuri Ribang, Woloara, Hoba dan Nangalimang. Setiba di Nangalimang, kita mesti jeli. Di tikungan halus itu biasa terjadi kecelakaan maut yang merenggut nyawa anak manusia. Anda mesti me-rem laju kendaraan Anda, entah mobil maupun sepeda motor. Saat menuju Napung Kabor, Anda mengambil rute bel