Langsung ke konten utama

Surat Undangan dan Abstraksi Buletin La'at Natas 2023

 

Buletin La'at Natas 2022

SEMINARI TINGGI ST. PAULUS LEDALERO

 

PAGUYUBAN PARA FRATER SVD – MANGGARAI

SIE MAJALAH LA’AT NATAS

                                                                             

Ledalero, 02 Februari 2023

Nomor             : -

Hal                  : Permintaan untuk Menyumbangkan Tulisan

 

Kepada

Yth. Para Frater SVD – Manggarai

di -

Tempat

 

Dengan hormat,

Setelah mendiskusikan tema Majalah La’at Natas beberapa waktu yang lalu, maka diputuskan bahwa tema untuk edisi Juli 2022 - Juni 2023 adalah Gereja dan Politik. Untuk menyukseskan penerbitan La’at Natas edisi kali ini, kami meminta kesediaan konfrater sekalian untuk menyumbangkan tulisan. Setiap anggota payugupan SVD Manggarai wajib mengirimkan tulisan. Jenis tulisannya adalah opini, cerpen dan puisi. Adapun persyaratan naskah untuk seri Majalah La’at Natas  adalah sebagai berikut:

       1.         Naskah ilmiah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD

       2.         Naskah tulisan harus sesuai dengan tema yang diumumkan oleh penyelenggara

       3.         Panjang naskah opini adalah 5-7 halaman, ukuran huruf 12, font Times New Roman, spasi 1,5

       4.         Daftar rujukan disajikan dalam catatan kaki (footnote) dan daftar pustaka dengan mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” dari P. Yohanes  Orong, SVD.

       5.         Untuk rubrik puisi, naskah diharapkan dapat memenuhi kaidah berpuisi yang baik dan benar. Naskah puisi harus singkat dan padat makna.

       6.         Naskah yang dikirim ke penyelenggara belum pernah dipublikasikan di media mana pun, baik media online maupun media cetak

       7.         Naskah diketik dalam MS Word dan dikirim dalam bentuk soft copy ke Nomor WA Ketua Majalah La’at Natas. Selanjutnya pihak penyelenggara berhak menentukan layak tidaknya sebuah naskah dipublikasikan.

       8.         Naskah dikumpulkan paling lambat pada 20 Maret 2023

            Kami sangat mengharapkan partisipasi dari konfrater sekalian. Atas perhatian dan kerja samanya, kami mengucapkan terima kasih.

 

Mengetahui,

Ketua Paguyuban                                                                    Ketua Sie Majalah La’at Natas

 

 

Fr. Aping Suwardi, SVD                                                                     Fr. Loys Jewaru, SVD

 

Moderator Paguyupan SVD-Manggarai

 

 

P. Stefanus Dampur, SVD

 

 


Gereja dan Politik

(Abstraksi )

Wacana tentang posisi relasi Gereja dan politik masih hangat dibicarakan di ruang publik hingga saat ini. Gereja dan politik diperhadapkan dalam dalam dua institusi yang saling bertolakbelakang. Ada sekelompok orang yang menginginkan agar gereja terlibat aktif dalam memproposalkan politik yang bermartabat dan menjunjung tinggi etika kristiani. Hal ini sejalan dengan misi utama gereja untuk membawa Kerajaan Allah. Konsep Kerajaan Allah bukan hanya berdimensi eskatologis pada akhir zaman, tetapi secara sosiologis dalam penciptaan dunia yang adil, makmur dan beradab.

Kelompok yang mendukung keterlibatan Gereja dalam ruang politik menilai bahwa keterlibatan Gereja dalam ruang politik dapat membawa fungsi kontrol. Pengawasan Gereja tampak dalam sikap kritis dalam menilai dan memberikan seruan profetis terhadap kebijakan negara yang mengorbankan rakyat kecil demi melanggengkan dinasti oligarki. Selain itu, pendidikan moral (pembinaan kejujuran, ajaran cinta kasih dan solidaritas) sebagai bagian dari misi Gereja di tengah dunia membantu sebuah negara untuk mengarahkan masyarakat kepada kematangan berpikir dan tingkah laku serta membantu menciptakan ruang politik yang sehat.[1]

Walaupun demikian, ada sekelompok orang yang masih berasumsi bahwa Gereja tidak boleh terlibat dalam bidang politik. Gereja dipanggil hanya untuk mengurus hal-hal yang berhubungan dengan ritus peribadatan, pelayanan sakramen dan penjaga tradisi gereja. Gereja merupakan sebuah institusi agama yang mendisposisikan dirinya pada tugas pelayanan religius untuk keselamatan kekal semua umat beriman. Gereja mesti keluar dari ruang diskursus berpolitik dan sebisa mungkin tidak dijamah oleh pengaruh-pengaruh politik. Ruang privat agama mesti dijaga dengan tidak menceburkan diri dalam politik praktis atau hal-hal yang yang bersifat politis.[2] Konsep seperti ini, telah banyak berkembang di negara-negara Eropa yang telah menerima paham sekuler. Yuval Noah Harari dalam bukunya 21 Lessons mengajukan pertanyaan apakah agama Kristen, Islam dan Hindu mampu membantu memecahkan masalah-masalah utama yang dihadapi umat manusia saat ini? kemudian dia melanjutkan, agama tradisional sebagian besar tidak relevan dengan masalah teknis dan kebijakan.[3] Hal ini jelas menunjukkan adanya keraguan dan ketidakpercayaan bahwa institusi agama seperti Gereja atau institusi agama lainnya dapat mengatasi persoalan teknis seperti masalah politik dalam kehidupan manusia.

 Dalam konteks Indonesia, institusi agama masih memiliki peluang untuk aktif mengambil bagian dalam ruang politik. Kesempatan untuk berpartisipasi dalam ruang politik dengan batasan-batasan tertentu diperkuat dalam sila pertama Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, menempatkan Sila Ketuhanan pada tempat yang pertama. Situasi masyarakat Indonesia yang masih kental dengan religiositas hidup beragama melahirkan konsep dasar hidup negara dan menempatkan nilai Ketuhanan pada tempat pertama. Atas dasar inilah, agama dalam masyarakat, dapat ikut secara aktif mengambil bagian dalam ruang diskursus berpolitik di Indonesia. Namun, tidak jarang ditemukan, agama tertentu dijadikan alat politik untuk memuluskan atau memenangkan suara.  Situasi penuh keterbukaan sering dipahami keliru oleh institusi agama tertentu. Hal ini dapat dilihat sebagai minus malum hidup beragama di Indonesia yang secara keliru tidak dapat mendisposisikan dirinya dalam ruang publik hidup bernegara.

            Di wilayah Manggarai, institusi Gereja masih memiliki tempat yang istimewa, karena secara umum suara Gereja masih didengar dan dipatuhi oleh masyarakat Manggarai yang mayoritas beragama Katolik. Namun pertanyaan yang sama muncul di sini, apakah Gereja katolik di Manggarai telah mampu membawa pengaruh yang positif di ruang publik khususnya dalam ruang politik? Apakah nilai-nilai kekristenan yang diterima masyarakat sudah sepenuhnya menjiwai kehidupan politik? Dan apakah Gereja dan masyarakat sudah bahu-membahu menghidupi ruang publik yang beriman, berpolitik yang sehat, solider dan penuh kedamaian?

            Pada tahun 2024 nanti, Indonesia akan mengadakan pemilihan umum, mulai dari pemilihan Presiden, DPR, DPRD, dan DPD. Menjelang pemilu, para kontestan mulai melakukan safari politik dengan menciptakan narasi pencitraan diri, berdonasi dan mulai mengunjungi masyarakat demi mendulang simpati. Para politisi selalu menggunakan dua cara; politik yang etis dengan narasi edukasi politik yang brilian dan ada juga yang menggunakan politik uang, strategi agitasi dan devide et impera. Berhadapan dengan kondisi ini, Gereja Katolik perlu memberikan panduan moral mengenai etika berpolitik yang etis dengan memproposalkan nilai-nilai kristiani. Sebagai kaum kristiani, gereja dan politik sebenarnnya dua sisi mata uang yang saling bekerja sama. Gereja dan politik sama-sama memiliki basis yaitu masyarakat. Dalam Gereja disebut umat dan dalam politik disebut warga. Dua istilah ini mengarah pada manusia yang sama.

            Tulisan dalam majalah La’at Natas ini berusaha mengurai kembali relasi agama dan Gereja. Dalam konteks Manggarai, Gereja perlu hadir untuk menciptakan atmosfir politik yang baik agar dalam pemilu 2024, masyarakat Manggarai dapat memilih pemimpin yang berintegritas secara intelektual, moral, sosial dan spiritual. Gereja pun diajak agar tidak boleh terjebak dalam politik praktis dengan memihak salah salah satu calon sambil menegasikan calon lain, tetapi merangkul mereka sebagai umat yang ingin menginjili politik dengan nilai Kerajaan Allah. Selain itu, masyarakat perlu membuka diri untuk bersama-sama menghidupi nilai-nilai Kerajaan Allah dalam aktus berpolitik dan berjuang membangun hidup berbangsa dan bernegara yang beriman dan nasionalis. Di bawah tema “GEREJA dan POLITIK”, kita diajak untuk menjadi 100% Katolik 100% Indonesia.[4]

  



[1] Merujuk pada kota Allah dalam konsep pemikiran St. Agustinus, sebuah negara mesti melahirkan dan hidup dalam aktus hidup saling mengasihi seorang dengan yang lain. Lihat Simplesius Sandur, Filsafat Politik dan Hukum Thomas Aquinas (Yogyakarta: Kanisius, 2019), hlm. 166-177.

[2]Samsul Ma’arif, “Relasi Agama dan Politik Menurut John Rawls”, dalam Jurnal Filsafat, https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/viewFile/23208/15299, diakses pada 20 Januari 2023.

[3] Yuval Noah Harari, 21 Lessons, penerj. Haz Algebra (Kota Manado: CV. Global Indo Kreatif, 2018), hlm. 137.

[4] Samudra Eka Cipta, “100% Katolik 100% Indonesia : Suatu Tinajuan Historis Perkembangan  Nasionalisme Umat Katolik di Indonesia”,  Jurnal Sosiologi Agama, 14:1 (Yogyakarta: Januari, 2020), hlm. 194.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misa Syukur Hut Ke-51 KORPRI Tingkat Kecamatan Nita-Kabupaten Sikka-Provinsi Nusa Tenggara Timur

  Pater Stef Dampur, SVD. Oleh: Pater Ephang Yogalupi *) Hari ini, Senin, 28 November 2022. Hujan tak terbendung lagi. Ada rasa cemas singgah di hati: "Akankah hujan terus hingga malam? Bagaimana dengan misa syukur hari ulang tahun (HUT) ke-51 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) tingkat Kecamatan Nita yang sudah sejak minggu lalu disepakati? Saya pasrah kepada Tuhan sembari meneguhkan hati camat Nita, Bapak Avelinus Yuvensius dan staf yang juga was-was. ** Dalam agenda yang disepakati, misa dimulai pukul 16.15 WITA tapi cuaca tidak mendukung. Kami sengaja menunda misa hingga hujan reda. Puji tuhan, pada pukul 16. 45 WITA hujan berhenti meskipun langit tetap tidak secerah hari sebelumnya. Ketika cuaca membaik maka bertempat di kapela susteran   fransiskan nita-maumere, kami mulai merayakan misa syukur (pkl. 16.50 wita). Sang komentator pun mulai membacakan komentar pembuka. Koor sudah siap. Lalu lagu pembukaan pun dilantunkan. Terdengar suara koor yang merdu. Di sana

Hidup Selibat dalam Gereja Katolik: Berkah dan Tantangannya | Opini Senus Nega

Senus Nega | Mahasiswa Semester VIII STFK Ledalero I.           Pendahuluan   Dalam perjalanan sejarah hingga saat ini, di dalam Gereja Katolik terdapat satu panggilan hidup yang unik dan berharga yakni pilihan hidup selibat. Panggilan itu bersifat pribadi. Berkenaan dengan itu, Karol Wojtyla menyatakan ‘bahwa ada suatu jalan khusus bagi perkembangan setiap pribadi kalau diikuti, suatu jalan khusus baginya untuk memberikan seluruh hidupnya bagi pelayanan atau pengabdian terhadap sejumlah nilai tertentu. [1] Pemberian diri merupakan substansi setiap pilihan hidup, entah menikah atau selibat. Secara sederhana, hidup selibat berarti berani memilih untuk tidak menikah dengan tujuan untuk memfokuskan pelayanan dan pemberian diri secara total kepada Tuhan. Pilihan hidup selibat bukan berarti meninggalkan seksualitas atau alergi bila berbicara mengenai seksualitas. Dalam hubungan dengan hidup selibat, seksualitas manusia tetap merupakan anugerah Tuhan yang amat luhur dan berharga. Etika Kris

NARASI KECIL JUMAT PERTAMA DESEMBER 2021

  Pater Stef Dampur, SVD. (Kegiatan Rohani Bersama Organisasi Gerejawi Sta. Anna, Paroki St. Yosef Wairpelit-KUM) Oleh: Ephang Yogalupi * I. Prolog: Sudah menjadi "tradisi" di Paroki Wairpelit Maumere bahwa misa Jumat Pertama yang didedikasikan kepada Hati Amat Kudus Tuhan Yesus senantiasa dirayakan di Gereja Pusat Paroki. Mayoritas umat yang hadir dan terlibat adalah "Mama-mama Santa Anna". II. Bersama Santa Anna Wairpelit di Napung Kabor Pernahkah Anda pergi ke Napung Kabor Maumere? Kalau Anda belum pergi, saya akan mengantar Anda ke sana lewat deskrpisi sederhana ini. Titik star kita adalah Gereja Paroki Santo Yosef Wairpelit. Kita menuju arah timur. Kita menyusuri Ribang, Woloara, Hoba dan Nangalimang. Setiba di Nangalimang, kita mesti jeli. Di tikungan halus itu biasa terjadi kecelakaan maut yang merenggut nyawa anak manusia. Anda mesti me-rem laju kendaraan Anda, entah mobil maupun sepeda motor. Saat menuju Napung Kabor, Anda mengambil rute bel